Permak JPO Tak Semata Cantik

Jakarta menjelang magrib itu benar-benar menunjukkan wajah ganasnya. Kendaraan mengular dengan klakson terus menyalak. Lalu-lalang orang bergegas usai bekerja di kantornya masing-masing.

Di jantung ibu kota itu, Kamis (21/2/2019) sore, saya berdiri di antara keriuhan lalu lintas sekitar Stadion Gelora Bung Karno. Matahari mulai terbenam. Sinarnya digantikan oleh lampu dari gedung-gedung dan tiang yang terpacak sepanjang jalan protokol itu. Di antara pendar lampu yang paling mencolok bersumber dari jembatan penyeberangan orang (JPO) yang berada di depan Gelora Bung Karno, Jakarta. Warna-warni cahaya yang keluar dari jembatan penyeberangan itu setidaknya dapat meredakan kebisingan ibu kota.

JPO Gelora Bung Karno pernah menjadi buah bibir. Foto jembatan penyeberangan orang itu wara-wiri di media sosial. Desain serta warna-warni lampu LED menjadi daya tariknya. Seperti di luar negeri, bukan di Jakarta. Demikian warganet mengungkapkan kekagumannya.

Saya memasuki jembatan penyeberangan sepekan sebelum peresmian. Tentu saja dengan izin petugas karena jembatan masih steril, belum boleh dipergunakan pejalan kaki. Saya menapaki jalan menuju jembatan dengan lantai seperti kayu. Jalan datar, tanpa undakan, sehingga memungkinkan pemakai kursi roda bisa melaluinya. Tiba di jembatan, lampu yang terpasang memamerkan sinarnya. Merah, putih, ungu, dan biru datang silih berganti.

Jembatan penyeberangan orang Gelora Bung Karno nan warna-warni itu diresmikan pada Kamis, 28 Februari 2019.
“JPO #Gelora Bung Karno dan Bundaran Senayan sudah dibuka sekarang. Selamat menikmati dan mohon dijaga ya,” kata Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melalui akun Twitter terverifikasi.

Tak hanya di Gelora Bung Karno, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun memermak dua jembatan lain yang berdiri di sepanjang Jalan Sudirman. Jembatan penyeberangan Bundaran Senayan dan Polda Metro Jaya. Ketiga jembatan itu terintegrasi dengan halte bus transjakarta.

Sebelum direvitalisasi, Saya pernah merasakan jembatan penyeberangan di Bundaran Senayan. Layak pakai untuk sekadar menyeberang. Masih lebih bagus pula kalau dibandingkan dengan jembatan penyeberangan lain seperti di dekat mal di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang sangat tidak terawat dan kumuh.

Pijakan JPO di Bundaran Senayan menggunakan pelat baja ringan dengan beberapa baut lepas. Di mulut tangga, pedagang menggelar lapaknya. Pengamen pun seringkali memungut rezeki di jembatan penyeberangan Bundaran Senayan.
Kini semuanya berubah wujud. Lantai dan pagar atau railling menggunakan material yang lebih ramah lingkungan dan tetap kokoh, seperti kayu komposit.

Wajah baru jembatan penyeberangan di sepanjang jalan Sudirman pun menjadi penantian banyak orang.
“Dari segi penampilan sangat bagus dan menarik, seperti kita masuk ke kafe,” ujar Aji Putra (21), mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta Selatan yang sering menggunakan jembatan di sekitar Senayan.

Jembatan di sepanjang jalan Sudirman mulai dipermak pada 1 November 2018. Revitalisasi tiga JPO itu mulanya ditargetkan rampung akhir Desember 2018, tetapi terkendala cuaca. Biayanya, menggunakan dana koefisien lantai bangunan (KLB) dari pihak swasta senilai Rp53 miliar. Dana KLB semacam denda yang diserahkan oleh perusahaan swasta ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena membangun gedung melebihi jumlah lantai yang ditentukan.

Proyek revitalisasi jembatan penyeberangan menjadi kerja sama antara Dinas Bina Marga, PT Permadani Khatulistiwa Nusantara (Pengembang Hotel Four Season dan St Regis) sebagai penanggung dana KLB, PT Abadi Prima Intikarya sebagai kontraktor, PT Arkonin sebagai konsultan perencana, dan PT Perentjana Djaja sebagai konsultan pengawas.

Revitalisasi ketiga JPO di Jalan Sudirman itu bakal menjadi proyek percontohan untuk jembatan penyeberangan lainnya.
Beberapa titik jembatan penyeberangan antara lain di Daan Mogot, Bendungan Hilir, Karet Sudirman, Bumi Putera, Dukuh Atas, Tosari, Sarinah, Sari Pan Pasifik, Bank Indonesia, Dewi Sartika, dan Pasar Minggu.

Secara tampilan, jembatan di Bundaran Senayan dan Polda Metro Jaya hampir serupa. Ada besi bulat yang melingkari seluruh jembatan. Kata Imam Adi Nugraha, Kepala Seksi Pembangunan dan Peningkatan Jalan Tak Sebidang Dinas Bina Marga DKI Jakarta, tampilan kedua jembatan itu mewakili warga Jakarta yang dinamis. Setiap hari bergerak tanpa putus.
Tampilan agak berbeda terlihat di JPO di Gelora Bung Karno. Imam mengatakan bahwa dengan desain yang seperti spiral itu menandakan bergelora.

“Filosofinya menandakan gelora semangat warga Jakarta yang setiap hari selalu bergelora,” ujar Imam ketika ditemui Beritagar.id di kantor Dinas Bina Marga, Selasa (19/2/19). Revitalisasi beberapa jembatan di Jakarta memang mengusung banyak tema, misalnya JPO di Jelambar, Jalan Pangeran Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat. JPO itu bernuansa adat betawi lewat pagar sepanjang jembatan dengan atap layaknya ombak putih.

Dinas Bina Marga, ujar Imam, mengupayakan agar JPO memberikan kenyamanan serta keamanan kepada masyarakat. Caranya, dengan memasang CCTV serta petugas lift untuk mengawasi semua aktivitas ketika JPO beroperasi. Fasilitas lift akan rampung dan segera beroperasi pada Mei 2019.

Imam berharap masyarakat ikut membantu menjaga dan merawat JPO agar dapat digunakan semua orang.
“Kami sudah berupaya menghadirkan JPO yang baik dan bagus desainnya serta punya fasilitas yang lengkap, harapannya masyarakat bisa ikut menjaga JPO agar tetap terawat dan dapat digunakan semua masyarakat,” ucap Imam.

Jembatan penyeberangan pertama kali mulai berdiri di Jakarta pada 21 April 1968. Letaknya persis di depan Sarinah, toko serba ada modern pertama di Jakarta, di Jalan M.H. Thamrin.

Jembatan penyeberangan dibangun karena zebra cross tak mampu menjawab kebutuhan pejalan kaki untuk menyeberang. Pemakai kendaraan di Jakarta rupanya tak cukup menghormati hak pejalan kaki.

Ali Sadikin, Gubernur Jakarta 1966-1977 menamakannya JPO di Sarinah itu ‘Jembatan Kartini’. Peresmian jembatan penyeberangan orang itu memang bertepatan dengan tanggal kelahiran R.A. Kartini, Pahlawan Nasional.
Hingga 1972, Jakarta telah memiliki 16 jembatan penyeberangan. Kini, ada sekitar 324 jembatan penyerangan di seluruh wilayah Jakarta.

Imam menargetkan setiap tahun dapat membangun 10 JPO. Tahun 2019 ini, Dinas Bina Marga DKI Jakarta akan memperbaiki 6 JPO yang rusak berat, 16 JPO rusak sedang, dan 65 rusak ringan.
Imam berharap semua JPO nantinya akan lebih ramah untuk semua orang termasuk penyandang disabilitas.
Revitalisasi JPO memang bukan sekadar membuatnya cantik. Pengamat tata kota, Nirwono Yoga, mengatakan bahwa JPO yang direvitalisasi memang menambah estetika kota pada malam hari.

“Dari peninjauan ke lokasi JPO, catatan saya ialah bahwa apresiasi saya terhadap revitalisasi JPO menambah estetika kota pada malam hari,” kata Nirwono kepada Beritagar.id, Selasa (5/2/2019). “Namun revitalisasi tersebut belum ramah terhadap kelompok disabilitas, ibu hamil, dan anak-anak.”

Nirwono mengatakan jembatan penyeberangan seharusnya ramah untuk semua penggunanya. Jembatan penyeberangan, kata dia, harus diupayakan terhubung langsung ke tempat-tempat seperti gedung, stasiun maupun halte bus.
Hal senada diungkapkan pengamat tata kota Yayat Supriatna. Kata Yayat, jembatan penyeberangan orang bukan sekadar bangunan ikonik bagi kota.

Jembatan, kata Yayat, harus mengedepankan fungsi utamanya bagi keselamatan, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki, sehingga jumlah pejalan kaki semakin banyak bertambah. Yayat juga menyoroti potensi gangguan dari pedagang kaki lima dan ojek online yang masih menunggu di bawah JPO harus diamankan. “Yang harus diamankan juga adalah gangguan oleh PKL dan ojek online yang masih menunggu di bawah JPO nanti jika sudah beroperasi.”

Sumber : https://beritagar.id/artikel/laporan-khas/permak-jpo-tak-semata-cantik

Share on facebook
Facebook
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on email
Email
Open chat
Chatt disini untuk informasi lebih lanjut